Jumat, 15 Agustus 2008

Copy Paste

Daerah Malenggang, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, merupakan salah satu daerah penghasil emas di Provinsi Kalimantan Barat, daerah ini umumnya ditutupi oleh lapisan tanah penutup berwarna merah atau putih kekuningan dengan ketebalan sekitar 1,0 m sampai 5,0 m yang umumnya menutupi endapan aluvial mengandung emas dengan ketebalan bervariasi antara 0,5 m sampai 1,5 m terutama terdiri dari pasir kuarsa, fragmen batuan kuarsa, kwarsit, dan mineral zirkon, magnetit, turmalin, mineral berat lainnya, serta limonit. Batuan yang mendasari endapan emas aluvial terdiri dari batupasir kotor/grewacke dan batulempung.
Penambangan emas aluvial dan emas primer saat ini masih berlangsung, penambangan emas primer umumnya dilakukan dilokasi bekas tambang aluvial. Emas primer ditemukan pada batuan dasar endapan aluvial berupa batupasir dan batulempung pada kedalaman > 25 m, penambangan dilakukan dengan membuat lobang vertikal dan lobang horizontal mengikuti arah urat.
Hasil evaluasi potensi bahan galian pada wilayah bekas tambang dan PETI emas aluvial, diketahui sisa sumber daya bahan galian emas aluvial di daerah Takalong Miru sebesar 944,50 kg dan Takalong Samaras 562.500 m³. Kandungan emas di daerah Taye, Lubuk Pawon dan sepanjang aliran S. Saih (blok I) masih berpotensi untuk diusahakan. Kandungan mineral ilmenit umumnya > 75% dan zirkon bervariasi antara 6% - 55% dan endapan lempung mempunyai kandungan kaolin rata-rata 66% dan muscovit 34%. Endapan emas aluvial di daerah Taye, Lubuk Pawon dan sepanjang aliran S. Saih (blok I) masih berpotensi untuk diusahakan.
Penambangan emas primer dapat dikatakan tidak optimal, urat kuarsa yang diperkirakan mempunyai kandungan emas rendah di buang bersama-sama batuan samping berupa batupasir dan batelempung. Hasil analisis menunjukan kandungan emas pada urat kuarsa tersebut sebesar 40,300 ppm Au dan pada batupasir 91,400 ppm Au serta hasil analisis tailing memperlihatkan kandungan emas sebesar 27,500 ppm dan 109,200 ppm.

PENDAHULUAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa usaha pertambangan terkonsentrasi bagaimana memanfaatkan bahan galian yang ekonomis sesuai dengan perizinan yang diperoleh, hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara cepat. Penambangan atau penggalian yang dilakukan juga dapat terhenti oleh sebab habisnya cadangan ekonomis dan akibat masalah lain sehingga seringkali meninggalkan bahan galian yang masih memiliki potensi ekonomis. Di beberapa daerah sumber daya bahan galian dimanfaatkan oleh rakyat setempat atau pendatang sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan memanfaatkan daerah-daerah yang memang keadaan alamnya mendukung karena banyaknya deposit-deposit bahan galian berukuran kecil. Penambangan dilakukan dengan membentuk usaha berbadan hukum atau PETI (pertambangan tanpa izin), dimana kegiatan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan penambangan dilakukan tidak sistematis, sehingga bahan galian yang diperoleh atau dihasilkan tidak optimal serta sangat merusak dan mencemarkan lingkungan.

Berpedoman pada salah satu azas konservasi untuk mewujudkan dan tercapainya pemanfaatan bahan galian secara bijaksana, optimal dan mencegah pemborosan dengan sasaran untuk mensejahterakan masyarakat serta melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan, perlu dilakukan evaluasi potensi bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI. Kelompok Kerja Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi dengan biaya Anggaran Biaya Luncuran tahun 2006 memilih daerah Balai Karangan (Desa Malenggang, Kecamatan Sekayam), Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat sebagai daerah kegiatan evaluasi potensi bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI dengan ruanglingkup penanganan sisa cadangan, pendataan bahan galian marginal, penangan tailing, pemanfaatan bahan galian lain dan mineral ikutan.

Secara regional sesuai dengan Rencana Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan Sarawak dan Sabah daerah Kecamatan Sekayam termasuk Kawasan Pertanian dan Perkebunan yang berpotensi untuk diusahakan kegiatan pertanian dan perkebunan seperti padi, karet, kelapa sawit, kelapa dan lada. Daerah ini juga termasuk Kawasan Pertambangan yang tidak berpotensi untuk pertambangan sekala besar.

Mata pencaharian utama penduduk adalah berkebun dan berladang, umumnya mereka bertanam karet, lada, buah-buahan dan sayuran, dengan adanya kegiatan penambangan terutama emas mata pencaharian penduduk beralih kepada kegiatan penambangan emas aluvial dan penambangan emas primer.

LATAR BELAKANG
Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah yang telah dikenal sebagai daerah penghasil emas, khususnya emas aluvial, semenjak orang-orang Cina melakukan penambangan di Distrik Cina. Berakhirnya Kongsi Cina sekitar tahun 1850 penambangan emas aluvial dilakukan secara kecil-kecilan dan tidak teroganisir sehingga disebut sebagai Pertambangan Rakyat yang menjadi terkenal saat ini sebagai Pertambangan Tanpa Izin (PETI), kegiatan penambangan ini merambah ke daerah Sanggau juga ke daerah lainya.

Ciri-ciri pertambangan tanpa izin, diantaranya :

  1. Produktifitas rendah, karena kemampuan yang terbatas dalam cara penambangan, lebih banyak disebabkan oleh keederhanaan cara kerja alat dan hanya ingin memperoleh keuntungsan secara cepat.
  2. Mengabaikan lingkungan, disebabkan kemudahan untuk memperoleh emas tersebut, umumnya mereka tidak memperhatikan cara-cara penambangan dan pengolahan yang benar.
  3. Kurang memperhatikan keselamatan kerja, ketidak tahuan mengenai K3 dan teknik penambangan menyebabkan sering terjadinya kecelakan yang dapat merenggut nyawa penambang.
  4. Tidak memperhatikan konservasi bahan galian.

MAKSUD DAN TUJUAN
Dengan kegiatan ini dapat diperoleh data, informasi dan mengevaluasi mengenai potensi bahan galian pada wilayah bekas tambang dan PETI terutama mengenai sumberdaya/cadangan tertinggal, bahan galian lain, mineral ikutan, recovery penambangan dan pengolahan, penanganan tailling, permasalahan konservasi.

Tujuan kegiatan evaluasi potensi bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI adalah mendorong terwujudnya pengelolaan bahan galian secara optimal, bijaksana, efektif dan efisien, serta mencegah terjadinya pemborosan pemanfaatan bahan galian.

LOKASI KEGIATAN
Lokasi kegiatan termasuk wilayah Desa Malenggang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. Kecamatan Sekayam termasuk kecamatan paling utara dari Kabupaten Sanggau dan secara geografis terletak antara 0 45’00 – 0 50’ 00 LU dan 110 45’00 – 110 50’00 BT (gambar 1). Daerah ini berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur yaitu Negara Bagian Serawak, dan dapat dicapai dari Kota Pontianak Ibukota Provinsi Kalimantan Barat sampai Balai Karangan selama 7 – 8 jam dengan kendaraan roda 4 melalui jalan darat yang menghubungi Pontianak – Entikong – Kuching Negara Bagian Serawak dan dilanjutkan dengan kendaraan roda 2 atau 4 sejauh ± 60 km melalui jalan aspal dan tanah selama 1 1/2 jam.

METODOLOGI
Kegiatan evaluasi potensi bahan galian pada bekas tambang dan wilayah PETI dilakukan beberapa tahap, dijelaskan sebagai berikut :
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data berupa laporan penyelidikan terdahulu baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah (Kanwil Pertambangan dan Energi, Dinas Pertambangan Daerah dan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral) maupun laporan perusahaan swasta. Data sekunder yang di evaluasi berupa keadaan umum daerah kegiatan, kedaan geologi, sumber daya dan cadangan, sisa cadangan tertinggal, data penambangan, pengolahan, bahan galian lain, mineral ikutan, penanganan tailing dan produksi. Data sekunder yang diperoleh sangat minim, data yang diperoleh hanya data keadaan umum dan geologi regional daerah kegiatan.

Pengumpulan data primer
Dilakukan dengan cara langsung dengan melakukan pendataan, peninjauan, pengukuran, pemercontoh di beberapa lokasi PETI dan bekas tambang kemudian lokasi pemercontoh/pengamatan diukur koordinatnya dengan menggunakan GPS. Contoh berjumlah 29 contoh terdiri dari: konsentrat dulang dari lapisan endapan aluvial pada lokasi penambangan, konsentrat dulang dari tailing hasil pengolahan dan bekas tambang, pasir kuarsa, lempung, batuan samping dan urat kuarsa yang tidak di olah dan dibuang karena diperkirakan kandungan emasnya rendah. Informasi dari para penambang dan penduduk juga diperlukan untuk mengetahui kegiatan penambangan, produksi yang telah dihasilkan dan informasi lainnya yang terkait dengan kegiatan penambangan.
Analisis contoh
Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi untuk 29 contoh dengan menggunakan :

Analisis mineral butir
Analisis butir dilakukan terhadap 13 contoh konsentrat untuk mengetahui kandungan emas dan mineral ikutan, dan 4 contoh untuk di analisis kandungan zirkon, hasil analisis dapat dilihat pada lampiran A dan B.

Analisis kimia
Analisis kimia dilakukan terhadap 8 contoh batuan dan 2 contoh tailing hasil pengolahan emas primer untuk unsur Cu, Pb, Zn, As, Sb, Ag, Hg, Au, BaSO4 dan H2O.

Analisis lempung
Analisis lempung dilakukan terhadap 2 contoh menggunakan PIMA (portable infrared mineral analyzer dan interpretasi menggunakan TSG v 4) untuk mengetahui jenis lempung.

GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
Geologi regional

Secara geologi regional batuan yang terdapat di daerah ini terdiri serpih, serpih sabakan, batulumpur karbonan, bataulanau dan batupasir, setempat gampingan, sedikit batugamping dan tufa dari Formasi Pendawan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos setempat oleh Intrusi Sintang berumur Tersier. Karakteristik geologi (stratigrafi, struktur dan litologi) daerah Kalimantan Barat, terutama penyebaran batuan volkanik dan intrusif Tersier serta batuan plutonik Kapur yang mengintrusi formasi sedimen Mesozoikum menjadi salah satu petunjuk akan terdapatanya bahan galian di Kalimantan Barat.

Geologi daerah kegiatan
Umumnya ditutupi oleh lapisan tanah penutup berwarna merah atau putih kekuningan dengan ketebalan sekitar 1,0 m sampai 5,0 m. Endapan aluvial yang mengandung emas mempunyai ketebalan bervariasi antara 0,5 m sampai 1,5 m terutama terdiri dari pasir kuarsa, fragmen batuan kuarsa, kwarsit dan limonit, serta mineral zirkon, magnetit, turmalin dan mineral berat lainnya. Di bawah endapan aluvial ditemukan batuan sedimen berupa batupasir kotor/grewacke berwarna abu-abu tua kehijauan hingga hitam kehijauan, berbutir sedang hingga kasar, porositas jelek, bersudut tanggung, sorting jelek, sebagian mengandung pirit, urat halus kuarsa hingga 1,5 cm. dan batulempung berwarna abu-abu tua kehitaman, lengket dalam keadaan basah, lunak, sebagian masif dan juga mengalami perlipatan kuat, mengandung urat kuarsa, pirit, tembaga sekunder berupa malakit dan mengandung emas. Kedua batuan ini disebut “kong” yang merupakan batuan yang mendasari endapan aluvial.

Penyebaran endapan aluvial di daerah Malenggang sangat luas, potensi endapan aluvial yang mengandung emas tersebar setempat-setempat (gambar 2).

Pada kegiatan ini daerah kegiatan dibagi menjadi 2 blok, yaitu : blok I-Takalong Samaras (wilayah ini terletak di sebelah utara jalan yang menghubungi Balai Karangan dengan Desa Malenggang) dan blok II-Takalong Miru terletak sebelah selatannya.

Pertambangan
Penambangan di daerah ini dimulai sekitar tahun 1986 - 1987 dilakukan oleh rakyat setempat untuk emas aluvial dan masih berlangsung sampai saat ini di beberapa lokasi seperti di daerah Takalong Miru, daerah Taye, daerah Lubuk Pawon dan dipingggir jalan Desa Malenggang dengan metoda tambang semprot. Untuk tambang emas primer kegiatan baru dimulai tahun 2004 terdapat di daerah Takalong Samaras dan Takalong Miru serta penggalian intan masih dilakukan di daerah Kenuling secara perorangan.
Kegiatan penambangan yang dilakukan saat ini tidak termasuk pada Wilayah Hutan Lindung Sanggau (gambar 1).

Pertambangan emas aluvial
Penambangan dilakukan secara kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari atas 5 – 7 orang pada lokasi yang tersebar, peralatan yang digunakan adalah pompa lengkap dengan monitornya (pompa semprot), cangkul dan lain-lain. Pengolahan dilakukan dengan (sluice box) 2 tingkat atau 1 tingkat, dimana emas akan terperangkap pada karpet yang dipasang sepanjang sluice box tersebut. Biasanya kegiatan ini berlangsung 1 hari penuh, kemudian karpet diangkat dan dicuci dalam drum untuk mengeluarkan material yang terperangkap pada karpet termasuk butiran emas. Selanjutnya meterial tersebut didulang sampai diperoleh konsentrat, dengan ditambah air raksa pendulangan dilakukan kembali untuk menangkap butiran emas. Air raksa yang mengandung emas kemudian diperas dengan menggunakan kain untuk memperoleh amalgam, kemudian digarang menjadi bullion Au dan Ag. Penambang dapat memperoleh hasil 100 gr/hari apabila mendapatkan bonanza akan tetapi apabila mendapat endapan yang tidak kaya hanya memperoleh 5 gr/hari dengan luas bukaan rata-rata sekitar 15 m x 15m s/d 20 m x 20 m.

Penambangan emas primer
Penambangan terdapat di daerah Takalong Miru dan Takalong Samaras, daerah ini dahulunya merupakan lokasi penambangan emas aluvial. Setelah endapan emas aluvial di tambang, batuan dasarnya dicoba digali dan ditemukan urat-urat kuarsa yang mengandung emas dalam batulempung yang telah terlipat kuat. Penggalian dilakukan dengan cara membuat lobang vertikal dengan kedalaman ada yang mencapai 30 m, kemudian apabila ditemukan urat kuarsa penggalian dilakukan secara horizontal mengikuti arah urat. Batuan yang mengandung emas tinggi ditempatkan dalam suatu lokasi dalam lobang dan dimasukan kedalam karung, setelah terkumpul cukup banyak batuan tersebut diangkat ke atas dengan menggunakan kerekan. Pada penambangan ini batuan samping berupa urat kuarsa dan batulepung termineralisasi yang dianggap tidak mempunyai kandungan emas tinggi di buang dan dibagikan kepada masyarakat yang memang pekerjaannya mengambil batuan tersebut terutama urat kuarsa. Oleh para penampung batuan (urat kuarsa) ini diolah dengan menggunakan teromol dan dari informasi mereka batuan ini masih mengandung emas, ada yang mencapai 10 gram/teromol. Di daerah Takalong Samaras terdapat 6 kelompok penambang tiap kelompok terdiri dari 6 – 10 pekerja dengan hasil antara 20 gr – 50 gr emas/hari untuk setiap kelompok dan di daerah Takalong Miru terdapat 2 kelompok dan ditemukan beberapa lobang (shaft) yang telah ditinggalkan. Umumnya pembuatan lobang vertikal maupun horizontal untuk pengambilan batuan yang mengandung emas, dilakukan oleh penduduk pendatang terutama dari Jawa Barat dan merupakan orang yang dipercaya untuk melakukan ini. Pengolahan dilakukan dengan cara menumbuk batuan yang mengandung emas menjadi ukuran 0,5 – 2 cm, kemudian dimasukan kedalam gelundungan kapasitas 20 kg atau 30 kg yang telah terisi batangan/bola besi selanjutnya dimasukan air raksa air raksa untuk dilakukan proses amalgamasi selama 1 – 5 jam. Setelah proses amalgamasi selesai, dilakukan proses pemisahaan antara amalgam dengan tailing bijih emas dengan cara panning. Amalgam yang masih bercampur dengan air raksa disaring atau diperas sehingga diperoleh amalgam (Au, Ag dan Hg), kemudian digarang untuk dijadikan bullion.

Penambangan intan
Intan di daerah Kenuling terdapat pada lempung putih kekuning-kuningan, penggalian dilakukan oleh masyarakat setempat dengan cara menggali lempung tersebut, kemudian didulang. Dari hasil pendulangan apabila tidak diperoleh butiran intan, konsentrat dulang ini umumnya mengandung butiran emas. Daerah penggalian intan ini ditutupi oleh tanaman resam dan jengger dengan luas ± 400 m x 400 m.

PEMBAHASAN
Emas aluvial
Luas potensi endapan emas aluvial pada daerah blok II ± 5000 Ha, telah ditambang ± 800 Ha (daerah Takalong Miru) dan 2,25 Ha di daerah Sipul. Pada daerah blok I luas potensi endapan emas aluvial ± 375 Ha, telah ditambang ± 300 Ha (daerah Takalong Samaras) dan sisa potensi endapan emas aluvial ± 75 Ha, penambangan dilakukan juga di beberapa tempat seperti di daerah Taye ± 1,5 Ha serta daerah Lubuk Pawon ± 2 Ha. Ketebalan tanah penutup pada setiap daerah bervariasi antara 3 m – 6 m dan lapisan pembawa emas antara 0,5 m – 1m atau rata-rata 0,75 m. Dengan ketebalan lapisan pembawa emas rata-rata 0,75 dapat diketahui volume potensi endapan emas aluvial di daerah Takalong Miru 50.000.000 m² x 0,75 m = 37.500.000 m³. Volume potensi endapan emas yang sudah ditambang 8.000.000 m² x 0,75 m = 6.000.000 m³ dan 22500 m² x 0,75 m = 16.875 m³. Setelah ditambang meninggalkan sisa sebesar 37.500.000 m³ - 6.016.875 m³ = 31.483.125 m³. Daerah Takalong Samaras volume potensi endapan aluvial tertingggal 750.000 m² x 0,75 m = 562.500 m³. Untuk daerah lainnya seperti di daerah Taye dan Lubuk Pawon penyebaran endapan aluvial mengikuti lembah sungai dan sulit untuk diketahui luasnya. Diperkirakan endapan pembawa emas aluvial di daerah Malenggang yang belum diusahakan dan diketahui masih cukup luas. Tidak ada data mengenai kekayaan lapisan endapan pembawa emas di daerah kegiatan dan data produksi hasil penambangan, informasi yang diperoleh dari penambang hanya berupa nilai kadar emas yang diperoleh per hari dari setiap kegiatan penambangan. Perolehan para penambang dapat mencapai 100 gr/h apabila mendapat lapisan yang kaya dan ada juga yang memperoleh 5 gr/h. Hasil analisis menunjukan kandungan emas berbeda di setiap lokasi, dihitung dalam satuan m³ maka kandungan emas pada lokasi : MLG/04/EN 30 mg/m³ (Takalong Miru-blok II), MLG/07/EN 15 mg/m³ (Takalong Miru-blok II), MLG/10/EN 473 mg/m³ (jalan menuju Lubuk Pauh/Takalong Samaras-blok I), MLG/11/EN 675 mg/m³ (Lubuk Pauh/Takalong Samaras-blok I), MLG/13/EN 1508 mg/ m³ (Daerah Taye/Takalong Samaras-blok I), MLG/16/EN 107 mg/ m³ (Kenuling-blok II). Hasil analisis contoh endapan emas aluvial dari blok II sangat rendah, di daerah ini hanya beberapa penambang masih melakukan penambangan dengan mengharapkan akan memperoleh keuntungan yang besar. Diperkirakan daerah-daerah yang mempunyai kadar emas tinggi telah ditambang. Pendataan di salah satu bekas tambang di daerah Desa Malenggang dekat aliran S. Saih-blok II, diperoleh informasi dari pada penambang bahwa dengan luas bukaan tambang 300 m x 25 m, tebal lapisan pembawa emas tebal ± 1 m diperoleh emas sebesar 20 kg. Dapat diperkirakan kadar emas di daerah ini sebesar 2.000.000 gr : (300mx 25m x 1m ) = 266,67 gr/m³. Karena itu daerah blok II sudah lama ditinggalkan dan saat ini penambangan terkonsentrasi pada blok I. Dengan perkiraan kandungan emas di daerah blok II rata-rata sebesar 30 mg/m³, maka sisa sumber daya emas di daerah Takalong Miru-blok II diperkirakan 31.483.125 m³ x 30 mg/m³ = 944.493.750 mg atau 944,50 kg. Jumlah emas yang telah ditambang di daerah ini dengan asumsi para penambang hanya akan menambang pada daerah yang mempunyai kekayaan > 150 mg/ m³, berjumlah 6.016.875 m³ x 150 mg/ m³ = > 902.531.250 mg atau > 902,532 Kg.

Emas primer
Para penambang umumnya hanya mengejar urat-urat kuarsa dengan kandungan emas tinggi, pada kegiatan ini contoh-contoh urat kuarsa tersebut tidak diperoleh. Informasi yang diperoleh dari para penambang, ada kelompok penambang di daerah Takalong Samaras yang telah memperoleh 40 kg emas pada tahun 2005. Urat kuarsa yang dianggap mempunyai kandungan emas rendah di buang bersama-sama dengan batuan samping berupa batulempung dan batupasir yang termineralisasi. Informasi dari para penampung batuan/urat yang dibuang (disebut di daerah ini sampah) dapat diperoleh emas sampai 10 gr dari gelundugan berkapasiras 20 kg. Hasil analisis dari beberapa batuan tersebut memperlihatkan kadar emas yang cukup signifikan seperti contoh MLG/03/R berupa urat kuarsa dengan kandungan emas 40,300 ppm dan MLG/08/R berupa batupasir dengan kandungan emas 91,400 ppm. Hal ini dapat dikatakan para penambang hanya mengambil batuan atau urat yang mengandung emas tinggi, untuk memperoleh keuntungan secara cepat. Apabila hal ini tidak ditanggulangi atau para penambang tidak selektif dalam mengambil batuan yang mengandung emas diperkirakan akan banyak bahan galian emas yang terbuang sia-sia.

Penyebaran urat kuarsa di daerah Takalong Miru dan Takalong Samaras ini belum diketahui dengan pasti, diperkirakan mengikuti arah jurus dan kemiringan batulempung yaitu 320°/70°.

Intan
Kandungan intan di daerah Kenuling tidak diketahui dengan pasti, informasi dari rakyat setempat bahwa di daerah tersebut pernah ditemukan butiran intan, dan saat peninjauan masih ada beberapa orang yang mencoba peruntungannya dengan mendulang intan dari lapisan lempung. Pendulangan yang dilakukan dari 10 liter material lempung terdapat kandungan emas dengan nilai 0,165 mg (contoh MLG/17/TL).

Penanganan tailing
Pada penambangan emas aluvial
Hasil analisis contoh tailing dari tambang emas aluvial memperlihatkan umumnya butiran emas yang terbuang bersama tailing berukuran FC dan berbentuk pipih, hal ini dapat terjadi karena bentuk ini lebih mudah hanyut dari pada emas yang berbentuk bulat tanggung sampai bulat. Pada tabel 1 diperlihatkan beberapa hasil analisis tailing dibandingkan dengan hasil analisis endapan aluvial pada tambang aktif dan bekas tambang. Melihat hasil perbandingan antara hasil analisis tailing dengan endapan emas aluvial dan hasil analisis tailing dari daerah bekas tambang dan PETI (tabel 1), dapat dikatakan bahwa pengolahan yang dilakukan oleh para penambang cukup baik, terutama pada daerah blok I. Di daerah Takalong Miru (blok II), rendahnyanya kandungan emas di tailing, mungkin saja disebabkan memang keadaan endapan emas di daerah pemercontoh mempunyai kandungan emas yang rendah. Karena jumlah contoh yang terbatas data hasil analisis ini tidak dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk keseluruhan daerah kegiatan. Seperti umumnya pada pertambangan emas tanpa izin, para penambang tidak memperhatikan penanganan tailing dengan benar hal ini disebabkan karena ketidak tahuan mereka akan akibat yang akan ditimbulkan atau belum adanya penyuluhan cara penanganan tailing maupun cara penambangan yang benar.

Pada penambangan emas primer
Dengan cara pengolahan yang memakan waktu hanya 1 – 5 jam, tailing hasil pengolahan batuan mengandung emas masih berbentuk pasir dan diperkirakan masih mengandung emas yang cukup tinggi. Hasil analisis 2 buah contoh tailing hasil pengolahan dari 2 lokasi tambang yaitu Takalong Miru dan Takalong Samaras memperlihatkan kandungan emasnya sebesar 27,500 ppm dan 109,200 ppm. Dibandingkan dengan tailing hasil pengolahan di daerah Pasaman Sumatera Barat dimana kandungan emasnya rata-rata <>

Mineral ikutan dan bahan galian lain
Analisis butir beberapa contoh konsentrat dan tailing memperlihatkan mineral ilmenit dan zirkon merupakan mineral dengan kandungan terbanyak, kandungan ilimenit umumnya > 75% dan zirkon bervariasi antara 6% - 55%

Bahan galian lempung di daerah ini belum dimanfaatkan, penyebarannya cukup luas di daerah Kenuling ± 400 m x 400 m dan di daerah bekas tambang Takalong Miru penyebarannya setempat-setempat. Hasil analisis lempung di daerah ini memperlihatkan kandungan kaolin ± 67% dan muscovit 33%.

Cara penambangan
Penambangan emas aluvial dilakukan oleh rakyat tidak sistem matis, hal ini dapat dilihat cara penambangan yang tersebar tidak merata. Mereka menambang berdasarkan perkiraan bahwa daerah tersebut mengandung emas yang cukup menguntungkan, setelah penggalian mencapai lapisan “pay streak” dan hasilnya tidak cukup besar panambangan akan dialihkan ketempat lain. Daerah-daerah ini ditinggalkan tanpa dilakukan rehabilitasi membentuk hamparan pasir yang luas dan menjadi kolam-kolam air dengan kedalaman 3 – 6 m, cara penambangan ini sangat merusak lingkungan. Padahal pelaksanaan kegiatan tambang permukaan telah diatur dalam Kepmen Pertambangan dan Energi No : 1211.K/008/M.PE/1995 tentang : Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, pada pasal 12 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan reklamasi dan metode pengisian kembali (back filling).

Penambangan emas primer dilakukan dengan cara menggali lobang vertikal dan dilanjutkan dengan membuat lobang horizontal apabila telah menemukan urat yang mengandung emas. Penentuan lokasi lobang ini dilakukan dengan perkiraan, cara ini menyebabkan para penambang banyak yang gagal untuk memperoleh keuntungan, keadaan ini dapat dilihat adanya beberapa bekas penggalian yang ditinggalkan di daerah Takalong Miru. Biaya untuk membuat satu lobang sekitar Rp. 300 juta rupiah, pemodal biasanya berasal dari perorangan

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

  1. Penambangan emas di daerah Malenggang, Balai Karangan umumnya dilakukan oleh penduduk setempat dan pendatang dengan memperoleh izin dari Bupati berupa Wilayah Pertambang Rakyat;
  2. Daerah Malenggang masih mempunyai potensi endapan bahan galian emas aluvial untuk diusahakan terutama pada daerah blok I, pada blok II diperkirakan sumber daya tertinggal sebesar 944,50 kg. akan tetapi dengan kekayaan endapan yang relatip kecil akan timbul kendala dalam pengolahannya;
  3. Mineral ikutan ilimenit dan zircon merupakan mineral ikutan yang dominant, diperlukan penelitian dan kajian lebih detail keterdapatan kedua mineral di daerah ini;
  4. Lempung merupakan bahan galian yang belum dimanfaatkan di daerah ini, mungkin saja hasil analisis akan memberikan kemungkinan pemanfaatan lempung sebagai suatu bahan galian yang dapat dimanfaatkan;
  5. Emas primer di daerah ini terdapat pada batuan dasar endapan emas aluvial berupa batulempung dan batupasir, dan penambangan dilakukan pada bekas tambang aluvial;
  6. Penyebaran endapan emas primer di daerah Takalong Samaras dan Takalong Miru belum diketahui secara pasti;
  7. Pencemaran lingkungan akibat pembuangan libah hasil pengolahan kegiatan penambangan sampai saat ini belum dirasakan oleh penduduk setempat;
  8. Dari Rencana Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan Sarawak dan Sabah daerah Kecamatan Sekayam termasuk Kawasan Pertambangan yang tidak berpotensi untuk pertambangan sekala besar.

Saran

  1. Untuk mengetahui penyebaran potensi bahan galian emas primer perlu dilakukan penyelidikan metoda geofisika Polarisasi Terimbas (IP) dan dilanjutkan oleh beberapa pemboran;
  2. Perlu dilakukan penyuluhan untuk para penambang bagaimana cara menambang yang benar, pemilihan batuan yang mengandung emas, pengolahan, dan penambangan berwawasan lingkungan;
  3. Pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan terhadap kegiatan PETI, terutama akibat yang akan ditimbulkan dari penggunakan air raksa.

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Barat, 2004, Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Barat, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Barat, Pontianak, Kalimantan Barat.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, 1993, Kalimantan Barat Data Dan Informasi.

Final Relinquishment Report West Kalimanatn Contract Of Work, 1988, PT. Ketungau Mitra Mining, Report No. 15

Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No : 1211.K/008/M.PE/1995 tentang : Pencegahan Dan Penanggulangan Perusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum,
Tim Koordinasi Penanggulangan PETI Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan PEMDA Kalimantan Barat, 2002, Laporan Pendataan Pertambangan Rakyat Propinsi Kalimantan Barat, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Barat, Pontianak.

Tim Cikidang, 2002, Pemantauan, Pendataan, Pengawasan serta Evaluasi bahan galian pada tambang di daerah Cikidang sekitarnya Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.

Tim G. Pani, 2002, Laporan Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Bahan Galian di G. Pani, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.

Tim Kabupaten Tanah Laut, 2004, Laporan Pemantauan dan Pendataan Bahan Galian Pada Bekas Tambang dan Wilayah PETI Daerah Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.

Tim Pasaman, 2005, Laporan Pendataan dan Evaluasi Pemanfaatan Bahan Galian Pada Bekas Tambang dan Wilayah PETI Daerah Pasaman, Sumatera Barat, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.

Rencana Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan Sarawak dan Sabah (Usulan Keputusan Presiden Republik Indonesia), 2003, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah

Munguk Domam

tes

angelnerdpokpokcallmeadacalltensionbabai:ngacir::tendang: